Perubahan dari SKT/SKA ke SKK Konstruksi
Sejak adanya perubahan baru, Sertifikat Keahlian Teknis (SKT) atau Sertifikat Keahlian Ahli (SKA) telah bertransformasi menjadi Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) Konstruksi.
Perbedaannya terletak pada penerbitan SKT/SKA sebelumnya yang dilakukan oleh Asosiasi Profesi yang terakreditasi oleh LPJK, sementara SKK Konstruksi dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang diakreditasi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Baca juga Jasa Pembuatan Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK)
Dasar Hukum yang Mendasari
Perubahan ini didasarkan pada beberapa regulasi sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko
- Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021, Tentang Perubahan atas Peraturan Nomor 22 Tahun 2020, Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi
Baca juga Jasa Pembuatan SBUJK
Kewajiban Kontraktor untuk Memiliki SKK Konstruksi
Dalam konteks menjalankan proyek konstruksi di Indonesia, kontraktor diwajibkan memiliki tenaga ahli atau teknik konstruksi dalam setiap bidangnya yang memiliki pengakuan kompetensi melalui Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) Konstruksi.
Untuk memperoleh SKK Konstruksi ini, tenaga ahli atau teknik konstruksi harus melewati proses penilaian atau asesmen yang mempertimbangkan keterampilan, pengetahuan, pengoperasian, dan kemampuan teknisnya sesuai dengan pengalaman kerja yang dimilikinya.
Baca juga Jasa Pembuatan Sertifikasi ISO Mudah dan Cepat
Tenaga ahli atau teknik ini akan didaftarkan oleh badan usaha secara resmi sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Penanggung Jawab Klasifikasi (PJK).
Selanjutnya, tenaga ahli atau teknik yang telah terdaftar atas nama badan usaha akan menjadi referensi bagi perusahaan dalam memperoleh Sertifikat Badan Usaha Jasa Konstruksi (SBUJK).